Menjadi Field Engineer

12:42:00 PM

Sejak duduk di bangku kuliah teknik kimia dan melihat kehidupan alumninya, saya sudah berniat menghindari pekerjaan lapangan oil & gas, pertambangan, dan pekerjaan sejenis yang mengharuskan saya panas-panasan, bepergian dari satu hutan ke hutan lain, satu remote area ke remote area lain, maupun dari laut ke laut (off shore). Padahal pekerjaan ini salah satu primadona di kalangan lulusan teknik kimia karena duitnya banyak dan gengsinya tinggi, but hey, kita kerja kan nggak cuma cari duit toh?

Di tempat saya bekerja saat ini, di perusahaan yang bergerak di bidang konsultan, R&D, dan jasa pengolahan limbah dimana client-nya adalah perusahaan oil & gas, kemungkinan saya diutus ke lapangan tentu saja ada, tapi saya sempat berhasil meracuni atasan saya, bahwa dengan duduk di meja di head office Bandung saja buat saya cukup. Bolehlah sesekali saya ke lapangan, hanya untuk lihat proses, selebihnya, bagaimana kalau saya meng-assist bapak saja dalam bidang proses, membuat laporan, proposal, menghitung neraca massa, di kantor, dekat dengan Bapak, sehingga lebih memudahkan untuk Bapak mengontrolnya?

Setahun pertama, berhasil. Dalam setahun, sebagai Junior Process Engineer saya hanya menghabiskan 10 + 2 hari di field Gas Plant area Gundih, Cepu (Blora, Jawa Tengah). Itu pun saya jalani dengan menderita, nangis di kamar pas malam hari, dan merengek minta pulang ke bos. Ya, kemungkinan juga saya masih adaptasi banget, pengalaman pertama kerja lapangan.

Cepu panas banget, mes nya nggak enak, teman-temannya kurang asik, orang-orang di plant banyak yang suka resek, belum lagi di sana mayoritas laki, dan ngeliat ada cewek kayak kucing garong liat ikan asin. 

Memasuki tahun kedua, proyek makin banyak, dengan jumlah engineer tidak ditambah, malah ada yang cuti kuliah. Semua keteteran. Di sini lah hati harus legowo menerima kenyataan saat si bos bilang, "Fik, jadi field engineer di Sulawesi ya? Atuh da nggak ada orang lagi..."

Well....




Sudah dua trip saya ke Desa Toili Barat, Banggai, Sulawesi Tengah dalam rangka kerja. Trip pertama 23 hari, Trip kedua 10 hari. Bahkan pasca trip kedua saya nggak dapet jatah off selain sabtu-minggu, karena ada lembur deadline laporan. 

"Gitulah kalau jadi anak kesayangan si bos, selamat kerja ya" kata atasan saya yang lain. Huhu.

Normalnya, ketika kita pulang dari field, kita dapat jatah off libur minimal 3 hari, untuk trip lebih dari 2 minggu, jatah offnya juga lebih banyak. 


Diluar dugaan, nggak sekali pun saya merengek minta pulang selama di Sulawesi. Kerjaan nggak se-padat ketika saya duduk di meja, duit lebih banyak, dan gaji utuh karena biaya hidup selama di field ditanggung. LOH KOK ENAK YA TERNYATA?

Dibanding Cepu, yang menurut saya penuh penderitaan, Toili ini sangat manusiawi baik dari segi kerjaan maupun non-teknis, salah satu contohnya mes tempat kita tinggal:



Not to mention alam Sulawesi yang cantik banget, bahkan pemandangan ini bisa dinikmati cukup beberapa langkah dari mes.







Untuk memulai hari supaya lebih semangat, tinggal buka jendela di waktu subuh lalu voila, magical sunrise straight from your window...





Untuk menutup hari, bisa lihat bulan juga dari jendela... Pardon my lens, cuma lensa kit mure...



Sepanjang pulang dari gas plant, pemandangannya sawah begini....



Jalan rada jauh, ada bendungan mentawa dengan pemandangan kayak surga...



Jika Bendungan Mentawa adalah surga, maka inilah bidadarinya....



Oke sori, skip.







Mendengar cerita dari teman saya yang 13 Bulan di sana, di ibu kota kabupaten Banggai, yaitu Luwuk yang berjarak 2 jam dengan mobil kecepatan ngebut, pemandangannya lebih cihuy lagi. Berhubung waktu kami terbatas, di Luwuk kami hanya sempat ke Bukit keles dan teluk Lalong di malam harinya.


Ini bukit keles. Bukit, keleeeusss.





Di sini bisa ngopi-ngopi, dan ngemil. Paling asik emang sore atau malam sih.

Kalau ini, teluk Lalong di malam hari. Gelap. Iyalah.




Pulang dari sini, atasan saya lantas bertanya, "Lebih suka kerja di lapangan gini atau di atas meja?"

Jawaban saya berubah jadi:

"Suka dua-duanya, ketika kita di field, enak soalnya nggak bosen kerja di atas meja melulu. Ketika kita di atas meja, enak soalnya nggak perlu pergi-pergi ke field"

"HHH, gila kamu ya. Ya sudah, mumpung belum kawin, kamu ke depannya jadi field engineer dulu ya. habis ini ikut training offshore"

EH MAAP PAK, GIMANA? OFF SHORE?

Semoga becanda doang ya.

Paling nggak enak dari kerja di field adalah susah sinyal, otomatis nggak bisa melakukan aktivitas update dan kepo--which are actually good for my psycological condition. Selain itu pulang-pulang kulit udah kecoklatan kayak Tara Basro, bedanya Tara Basro terlihat glowing dan gorgeous, sementara saya... keling kayak anak kampung habis main layangan.




You Might Also Like

28 comments

  1. Mbaaaaaak... Keren banget ini suasananya. Padahal kalo dipikir mending di Cepu karena masih Jawa. Aku aja dikirim ke luar pulau masih mikir dua kali meski nggak sampe 1 minggu hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga tadinya berpikir begitu, tapi setelah dijalani ternyata enak lho keluar jawa haha. Asal nggak sering-sering hahahah.

      Delete
    2. Di perushaan mana bekerja apa kah ada info lowongan, nice share

      Delete
  2. Keren mbk fika, makasih udah cerita☺️

    ReplyDelete
  3. Ini mah tempat sya dinas wkt itu, kok kita g ktmu ya waktu itu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya banyak kali yang dines ke sana. Mungkin ketemu tapi tidak sadar wkwk

      Delete
  4. Kakak kuliah di univ manaa😭😭 ah pengen bisa sukses kaya kakak❤❤ ohiya kalo masuk jurusan teknik geologi bisa jadi field engineer ngga kak?

    ReplyDelete
  5. Di tergantung RIG nya sih mba BIyasa ad WiFi juga kog bukan BIyasa tapo memang ad toh 😁 ,tapi cukup buat update story' dan chat wa 😂😂 atau bisa racunin bos buat nebeng internet satelit 🤣🤣🤣🤣

    ReplyDelete
  6. Suka baca suka dukanya karena saya penasaran di tempat ku kerja FE bukan orang Indonesia jadi laporan dan kerjaan tanya sama dia

    ReplyDelete