How I Met Him #7 – Confession

4:23:00 PM

Saya bukan tipikal cewek yang populer banget di kampus, nggak cakep-cakep amat juga, tapi hp saya sih nggak pernah sepi. Duh kesel nggak bacanya? Saya pun yang menulis geli.

Berbagai jenis orang mencoba pendekatan dengan berbagai metode aneh yang saya ceritakan juga ke Hanif. Saya diketawain. Suatu hari Hanif ngajakin jalan, kebetulan ada wahana rumah hantu baru di Jogja.
“Yuk yuk! Aku pingin ke sana. Sama siapa lagi nih?” line khas anak friendzone banget kan.
Jujur saya takut terbawa suasana dan kembali naksir Hanif lagi kalau kita cuma pergi berdua. Kan sudah susah susah move on. Nggak boleh rusak dong. HAH. Cupu. Akhirnya dia mengajak Hanry, teman SMA kita juga.

Selesai dari rumah hantu, kami mampir ke Mcd karena lapar. Di Mcd, yang jadi bahasan adalah berbagai cowok aneh yang deketin saya. Tentu saja sambil diketawain. Sampai akhirnya saya cerita ada 1 dari yang deketin, yang kayaknya saya merasa cocok banget, sebut saja A. A adalah senior saya di kampus. Saya ceritain ini ke mereka sambil senyum-senyum.

This part is disgusting, saya malas membahas ini, because you know, ada beberapa orang yang ketika kita akhirnya sadar, kita jadi bisa berpikir 
“anjis lah, kenapa dulu bisa mau pacaran sama yang macem itu?” tapi part ini penting. So I’ll tell you anyway *rolling eyes*

Nggak lama setelah itu, saya akhirnya pacaran sama si A.

Saya pernah berniat, suatu hari kalau sudah move on dari Hanif, saya akan jujur ke dia tentang perasaan saya dulu. Yah just for fun. Hari itu pun akhirnya tiba. Sambil menceritakan betapa bahagianya hubungan saya sama si A via BBM, saya bilang,
“Eh, dulu aku sempat naksir kamu looh. Hahahahaha. Apa banget yaaa.hahahahah”

“Lho beneran? Kenapa nggak bilang dari dulu? Aku padahal juga”

“Eh?....”

“Waktu ke Mcd kan mau pdkt, eh kamu cerita tentang A, seneng banget kayaknya. nggak jadi deh. Hehe”
Rasanya kayak ada tembok yang hancur di kesunyian. Hehe. Zing.




But it’s okay, saya kan sudah move on! Sudah nggak suka lagi sama dia, ya suka sebatas sahabat aja heheeheheheh.

Gitu sih mikirnya, agak dipaksakan, tapi benar sih. Rasanya udah bahagia sama si A. Lalu kami bertingkah seolah tidak ada apa-apa.

Saya ceritakan ini ke A, for the sake of a good girlfriend yang menceritakan segalanya ke pacarnya. Turn out that A orangnya sangat insecure, dia melarang saya main sama teman SMA saya, termasuk Hanif, karena dia tau sejarah kami. Dan saya nurut. WHY?!!

Hanif sangat mengerti. Saya lost contact sama Hanif sejak saat itu. Kami berhubungan hanya ketika idul fitri, idul adha, atau ketika ulang tahun. Typical “hai, selamat idul fitri maaf lahir batin, semoga bla bla bla. Kamu apa kabar?”
:))

Ini Hanif sih yang selalu memulai. He’s a good friend of mine, salah satu dari sedikit yang mau menjalin hubungan pertemanan dengan saya dalam periode yang cukup lama. Saya rasa sekali-kali menjalin komunikasi di momen tertentu nggak salah. Saya tidak ingin memutus pertemanan. Terlebih dia teman yang sangat baik. Walaupun kita pada akhirnya cuma bisa bertatap muka ketika ada reuni buka bersama teman SMA dan momen sejenis.

Selama 2 tahun saya pacaran dengan A, Astri masih sering bilang, bahwa Hanif ternyata masih tidak bisa move on dari saya. Bahwa Hanif selama ini jomblo karena cintanya udah abis buat saya, nggak bisa pacaran sama wanita lain karena hatinya masih terus memikirkan saya. Oh tentu belajar dari pengalaman masa SMA, saya tidak lantas percaya begitu saja.

Saya bahkan sering bilang, setengah bercanda , 
“Pokoknya nggak mau pacaran sama kamu, Nif!” yang dia tanggapi dengan “Iya, aku juga nggak mau jadiin kamu pacar. Maunya jadiin istri aja” with his charming smile.

Pelangi, bintang, senja, pemandangan dari atas gunung, matahari terbit, kalah sama senyumnya Hanif kala itu. Sekali dia tersenyum, seluruh tembok pertahanan ambruk. Mati gaya.

Detik berikutnya saya sadar, saya tidak boleh terbuai dengan flirting-flirtingan ini! Dia pasti cuma bercanda! Nggak usah GR Jangan sampai erotomania nya kambuh lagi!

You Might Also Like

0 comments